hari ini senin, 18 April 2011 anak-anak SMA setingkatnya sedang menjalani Ujian Nasional (UN) untuk menentukan keberhasilahn dan kelulusan mereka dari bangku SMA agar bisa melanjutkan kejenjang selanjutnya.
semoga kalian berhasil semua adek-adekku semuanya.
hari sebelumnya menjelang UN hampir disetiap sekolah menengah atas melaksanakan doa bersama, mulai dari siswa itu sendiri hingga orang tua siswa. berbagai ritual keagamaanpun dilaksanakan untuk kesuksesan mereka dalam menghadapi UN tersebut.
kegiatan doa bersama memang bagus untuk dilakukan, tapi apakah sesuai dengan psikologis anak yang akan bertarung mempertaruhkan kegiatan pembelajarannya selama tiga tahun akan ditentukan pada hari ini.
anak akan semakin tertekan jika hasil yang diharapkan tidak sesuai dengan doa yang dipanjatkan, depresi, begitupun dengan orang siswa.
siswa yang mungkin saja dia "cerdas" pada saat melaksanakan ujian hari ini kondisinya tidak dalam keadaan stabil bisa saja gagal, apakah siswa seperti ini dapat ditunda kelulusannya?sehingga ia tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikannya lagi?
atau mungkin siswa yang katakan "kurang" karena nasib baik berpihak padanya akan lulus dengan mulus dari bangku sekolah. apakah penilaian seperti ini yang diharapak?
kemudian siswa-siswa yang gagal dipersiapkan ujian ulang, sudah laik kah pemecahan masalah seperti ini?
arogansi pengambil kebijakan tanpa mempertimbangkan psikologis anak
seperti contoh saja saat ini dengan diberlakukannya UN banyak kasus terjadi, mulai dari kebocoran naskah ujian hingga yang sudah menjadi rahasia umum, guru-guru berusaha menggunakan berbagai macam cara agar anak didik mereka dapat lulus UN dengan nilai baik.
bayangkan bagaimana sibuknya anak-anak menyiapkan ujiannya, bahkan mungkin saja pelajaran yang mereka dapat selama tiga tahun ini bisa "blank" dari otak mereka karena perasaan tertekan untuk menghadapi ujian?
bisakah kita mengembalikan rasa tertekan anak-anak???
bisakah kita mengatasi rasa depresi mereka???
sungguh sebuah kebijakan arogansi ketika semua orang menentang sistem ini, tp masih saja dilaksanakan.....
saya pribadi juga tidak setuju adanya UAN
BalasHapusstandar kelulusan harus mencapai kriteria tertentu, padahal kan nilai hasil UAN tidak bisa dijadikan acuan utama. Ada tiga hal yang harus dijadikan nllai plus afektif, psikomotorik, dan kognitif.
tingkat kepintaran anak-anak itu berbeda belum lagi kalau diitung2 perbedaan ability, fasility dll anak2 dari kota maupun di desa. sedangkan acuan dasarnya adalah nilai hasil UN???
telah banyak berita (fakta) bahwa maraknya kertas jawaban dan bukan hanya dari siswa itu sendiri yang mencari bahkan melalui bantuan guru-guru mereka dapatkan. Ini sangat memberikan efek negatif bagi moral seorang anak untuk jangka waktu ke depannya.
Biaya pun pastinya bertambah karena pembiayaan berkas dan pengawasan
jiwa anak juga pastinya sangat berguncang..
pokoknya ini sangat merugikan
menurut teori bloom ada tiga ranah untuk menilai ketuntasan belajar anak yang pertama: kognitif, yaitu sisi intelektual ilmu pengetahuan anak,kedua afektif dan ketiga psikomotor...ketiga ranah ini harus mencapai ketuntasan belajar maksimum, dan untuk menilai sisi afektif dan psikomotor hanyalah guru yang langsung berinteraksi dengan anak didik. jadi UN tidak bisa langsung serta merta merupakan standar ketuntasan dan kelulusan belajar siswa
BalasHapusKunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
BalasHapustetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D